Memahami Dimensi Privasi Menurut Schofield

by Jhon Lennon 43 views

Hey guys! Pernah nggak sih kalian kepikiran soal privasi, terutama kalau kita ngomongin soal tempat tinggal yang bareng-bareng kayak barak atau asrama? Nah, ada nih seorang pakar bernama Schofield yang udah ngasih kita gambaran soal beberapa dimensi privasi yang penting banget buat dipahami. Ini bukan cuma sekadar soal nggak mau diganggu lho, tapi ada lapisan-lapisan yang lebih dalam lagi. Yuk, kita bedah satu per satu biar makin paham kenapa privasi itu krusial, bahkan di lingkungan yang paling komunal sekalipun.

Schofield ini, guys, dia udah mengidentifikasi beberapa dimensi privasi yang saling terkait dan membentuk pemahaman kita tentang bagaimana individu merasakan dan mengelola ruang pribadi mereka. Penting banget nih buat dicatat, karena konsep privasi ini bisa beda-beda tergantung konteksnya. Bayangin aja, privasi di rumah sendiri pasti beda rasanya sama privasi di tempat kerja, apalagi kalau di barak yang notabene adalah lingkungan komunal dengan tingkat interaksi yang tinggi. Schofield menekankan bahwa privasi itu bukan cuma soal fisik, tapi juga soal psikologis dan sosial. Dimensi privasi menurut Schofield dalam barak ini jadi semacam peta buat kita navigasiin gimana orang-orang berinteraksi dan bagaimana mereka mempertahankan batasan-batasan diri. Dia nggak cuma ngomongin soal tembok atau pintu aja, tapi lebih ke arah bagaimana seseorang itu bisa mengontrol siapa yang masuk ke ruangannya, baik itu fisik maupun non-fisik. Ini tuh penting banget, apalagi kalau kita tinggal di tempat yang nggak punya banyak ruang personal. Kita perlu strategi gimana caranya biar tetap merasa nyaman dan aman, meskipun dikelilingi banyak orang. Jadi, kalau kalian pernah ngerasa nggak nyaman di lingkungan barak atau asrama, bisa jadi itu ada hubungannya sama bagaimana dimensi-dimensi privasi ini terganggu atau tidak terpenuhi. Schofield ngasih kita framework buat ngertiin fenomena ini lebih dalam lagi. Dia bilang, ada hal-hal yang perlu kita perhatikan agar privasi itu bisa terjaga, mulai dari tingkat individu sampai tingkat kelompok. Ini bukan cuma teori kosong lho, tapi punya implikasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam konteks penataan ruang dan interaksi sosial di tempat-tempat yang punya kepadatan penduduk tinggi. Jadi, siap-siap ya, kita bakal ngobrolin sesuatu yang mungkin kalian rasakan tapi belum bisa kasih nama. Memahami dimensi privasi ini langkah awal buat menciptakan lingkungan yang lebih baik buat semua orang.

Dimensi Intimasi Sosial (Social Intimacy)

Nah, yang pertama nih yang dibahas sama Schofield adalah dimensi intimasi sosial. Apa sih maksudnya? Gampangnya, ini tuh soal seberapa banyak dan seberapa dalam kita mau berhubungan sama orang lain di sekitar kita. Di barak, guys, kita kan dikelilingi banyak banget orang ya, yang mungkin belum kita kenal baik atau bahkan nggak kenal sama sekali. Nah, dimensi intimasi sosial ini ngomongin soal gimana kita itu ngontrol level kedekatan kita sama orang-orang ini. Kita nggak mau dong tiba-tiba diceritain masalah pribadi sama orang yang baru kita temui lima menit lalu? Atau sebaliknya, kita juga nggak mau dipaksa untuk berbagi hal-hal yang sangat personal sama semua orang di barak. Schofield bilang, setiap orang punya kebutuhan yang beda-beda soal ini. Ada yang memang suka hang out bareng terus, tapi ada juga yang lebih suka punya space sendiri dan nggak terlalu banyak interaksi. Kuncinya di sini adalah kontrol. Kita punya hak buat milih mau deket sama siapa, seberapa deket, dan kapan kita mau buka diri. Di barak, ini jadi tantangan tersendiri karena ruang gerak dan interaksi sosialnya kan lumayan terbatas. Bayangin aja, kalian lagi pengen sendiri aja, tapi tiba-tiba ada teman ngajakin ngobrol panjang lebar atau bahkan numpang duduk di kasur kalian. Rasanya pasti nggak nyaman kan? Nah, itulah kenapa pemahaman soal intimasi sosial ini penting. Kita perlu bisa ngasih sinyal atau bahkan ngomong langsung kalau kita butuh sedikit ruang tanpa harus terlihat sombong atau anti-sosial. Ini juga berlaku buat orang lain. Kita juga perlu peka sama kebutuhan privasi teman-teman kita. Jangan sampai kita merasa berhak buat ngobrolin segala hal sama siapa aja hanya karena kita tinggal satu atap. Schofield ngajarin kita bahwa dalam pengelolaan privasi, membiarkan individu menentukan batasan dalam hubungan sosialnya adalah hal yang sangat fundamental. Ini tuh bukan cuma soal suka atau nggak suka, tapi lebih ke arah bagaimana kita bisa menciptakan lingkungan yang kondusif buat semua orang merasa dihargai dan aman secara emosional. Jadi, kalau di barak ada yang kelihatannya pendiam, jangan langsung disimpulkan anti-sosial ya. Mungkin aja dia lagi menjaga dimensi intimasi sosialnya, dan itu hak dia banget. Pahami ini, guys, biar kita bisa jadi teman barak yang lebih baik dan saling menghargai satu sama lain. Intimasi sosial ini bukan cuma soal nggak mau diganggu, tapi soal kualitas interaksi yang kita punya.

Dimensi Keterasingan (Seclusion)

Selanjutnya, ada yang namanya dimensi keterasingan, atau dalam bahasa Inggrisnya seclusion. Nah, kalau yang ini, guys, lebih ke arah bagaimana kita itu bisa menarik diri dari keramaian atau interaksi. Di barak yang super padat, momen-momen untuk bisa benar-benar sendirian itu kan langka banget ya. Keterasingan ini bukan berarti kita jadi penyendiri yang nggak mau ngomong sama siapa-siapa, tapi lebih ke kebutuhan untuk punya waktu dan ruang di mana kita nggak perlu berinteraksi sama orang lain, nggak perlu ngeluarin energi buat ngobrol atau bersosialisasi. Ini tuh kayak recharge buat diri kita. Bayangin aja, seharian udah berinteraksi sama banyak orang, dengar suara macem-macem, dan tiba-tiba pas mau istirahat malah nggak bisa tenang karena ada aja yang ngajakin ngobrol atau ada suara berisik. Pasti bikin stress kan? Nah, dimensi privasi seclusion ini adalah tentang bagaimana kita bisa menciptakan atau mencari momen-momen tenang itu. Mungkin cuma duduk di pojokan sambil baca buku, dengerin musik pakai headphone, atau bahkan sekadar bengong tanpa diganggu. Schofield menekankan bahwa kebutuhan akan keterasingan ini adalah hal yang normal dan sehat. Tanpa adanya momen-momen seperti ini, kita bisa jadi gampang burnout dan moody. Di lingkungan barak, ini jadi tantangan karena ruang pribadi itu sangat terbatas. Kadang, satu-satunya tempat yang bisa kita anggap