Al Khawarij: Pengertian Dan Sejarah Singkat

by Jhon Lennon 44 views

Hey guys! Pernah denger istilah Al Khawarij? Mungkin sebagian dari kita masih asing dengan kata ini. Nah, di artikel ini, kita bakal kupas tuntas apa sih Al Khawarij itu, mulai dari artinya, sejarahnya, sampai kenapa kelompok ini dianggap kontroversial dalam sejarah Islam. Yuk, simak baik-baik!

Apa Sih Arti Al Khawarij?

Secara bahasa, Al Khawarij (الخوارج) berasal dari kata kharaja (خرج) yang artinya keluar atau memberontak. Jadi, secara sederhana, Al Khawarij artinya adalah golongan yang keluar atau memberontak. Tapi, keluarnya dari mana dan memberontak terhadap siapa? Nah, ini yang perlu kita pahami lebih dalam. Dalam konteks sejarah Islam, istilah ini merujuk pada kelompok yang memberontak terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib pada abad ke-7 Masehi. Mereka tidak setuju dengan keputusan Ali untuk menerima arbitrase (tahkim) dalam sengketa politik dengan Muawiyah bin Abu Sufyan setelah Perang Shiffin. Bagi mereka, menerima arbitrase berarti menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya, karena hukum harus ditegakkan berdasarkan Al-Quran dan Sunnah, tanpa kompromi. Kelompok ini punya pandangan yang sangat keras dan radikal terhadap konsep keimanan dan kepemimpinan. Mereka menganggap bahwa setiap Muslim yang melakukan dosa besar dianggap kafir dan halal darahnya. Pandangan inilah yang membuat mereka berbeda secara signifikan dengan kelompok Muslim lainnya, seperti Sunni dan Syiah. Selain itu, mereka juga punya keyakinan bahwa seorang pemimpin harus dipilih berdasarkan ketaqwaan dan keadilannya, bukan berdasarkan keturunan atau dukungan politik. Mereka menolak sistem kekhalifahan yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang murni. Sejarah mencatat bahwa kelompok Al Khawarij seringkali melakukan tindakan kekerasan dan pemberontakan terhadap penguasa yang sah. Mereka tidak segan-segan membunuh orang-orang yang dianggap sebagai musuh, termasuk para sahabat Nabi dan tokoh-tokoh penting dalam pemerintahan. Tindakan-tindakan inilah yang membuat mereka dicap sebagai kelompok ekstremis dan radikal dalam sejarah Islam. Meskipun kelompok Al Khawarij dalam bentuknya yang klasik sudah tidak ada lagi, namun ideologi dan pemikiran mereka masih sering muncul dalam berbagai gerakan ekstremis di dunia modern. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami sejarah dan ajaran Al Khawarij agar dapat mencegah penyebaran ideologi radikal dan ekstremis yang dapat memecah belah umat Islam.

Sejarah Singkat Munculnya Al Khawarij

Kelahiran Al Khawarij menjadi salah satu babak penting dalam sejarah Islam. Kemunculan Al Khawarij ini erat kaitannya dengan konflik politik yang terjadi setelah wafatnya Khalifah Utsman bin Affan. Setelah Utsman wafat, Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah keempat. Namun, kepemimpinan Ali tidak berjalan mulus. Ia menghadapi berbagai tantangan dan pemberontakan dari pihak-pihak yang tidak setuju dengan pengangkatannya. Salah satu tantangan terbesar datang dari Muawiyah bin Abu Sufyan, gubernur Syam (Suriah) yang juga merupakan kerabat Utsman. Muawiyah menuntut agar Ali menghukum para pembunuh Utsman terlebih dahulu sebelum membaiatnya sebagai khalifah. Tuntutan ini ditolak oleh Ali, yang menganggap bahwa proses hukum harus dilakukan secara adil dan tidak boleh didasarkan pada tekanan politik. Konflik antara Ali dan Muawiyah mencapai puncaknya dalam Perang Shiffin pada tahun 657 Masehi. Perang ini berlangsung sengit dan memakan banyak korban dari kedua belah pihak. Di tengah berkecamuknya perang, pihak Muawiyah mengajukan usulan untuk melakukan arbitrase (tahkim) untuk menyelesaikan sengketa. Ali, dengan pertimbangan untuk menghindari pertumpahan darah yang lebih banyak, akhirnya menerima usulan tersebut. Namun, keputusan Ali ini tidak diterima oleh sebagian pasukannya. Mereka menganggap bahwa menerima arbitrase berarti menyerahkan hukum Allah kepada manusia. Mereka berpendapat bahwa seharusnya Ali terus berjuang sampai menang atau mati syahid, tanpa kompromi dengan pihak Muawiyah. Kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai Al Khawarij. Mereka keluar dari barisan Ali dan menyatakan perang terhadapnya. Salah satu slogan terkenal mereka adalah "La hukma illa lillah" (Tidak ada hukum kecuali hukum Allah). Mereka menganggap bahwa setiap orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah adalah kafir, termasuk Ali dan Muawiyah. Sejak saat itu, Al Khawarij menjadi kelompok yang sangat radikal dan ekstremis. Mereka melakukan berbagai tindakan kekerasan dan pemberontakan terhadap penguasa yang sah. Mereka tidak segan-segan membunuh orang-orang yang dianggap sebagai musuh, termasuk para sahabat Nabi dan tokoh-tokoh penting dalam pemerintahan. Sejarah mencatat bahwa Al Khawarij terus melakukan pemberontakan dan perlawanan terhadap kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah. Meskipun mereka seringkali mengalami kekalahan, namun ideologi dan pemikiran mereka terus bertahan dan mempengaruhi berbagai gerakan ekstremis di kemudian hari. Oleh karena itu, pemahaman tentang sejarah dan ajaran Al Khawarij sangat penting untuk mencegah penyebaran ideologi radikal dan ekstremis yang dapat memecah belah umat Islam.

Doktrin-Doktrin Utama Al Khawarij

Memahami Al Khawarij artinya tak lengkap tanpa membahas doktrin mereka. Al Khawarij memiliki beberapa doktrin utama yang membedakan mereka dari kelompok Muslim lainnya. Doktrin-doktrin ini menjadi landasan bagi pemikiran dan tindakan mereka yang seringkali dianggap ekstremis dan radikal. Berikut adalah beberapa doktrin utama Al Khawarij:

  1. Takfir (Pengkafiran): Ini adalah doktrin yang paling terkenal dan kontroversial dari Al Khawarij. Mereka menganggap bahwa setiap Muslim yang melakukan dosa besar dianggap kafir (keluar dari Islam). Mereka berdalil dengan ayat-ayat Al-Quran yang menyebutkan ancaman siksa neraka bagi pelaku dosa besar. Namun, mereka menafsirkan ayat-ayat tersebut secara literal dan tidak mempertimbangkan konteks serta penafsiran para ulama lainnya. Doktrin takfir ini memiliki konsekuensi yang sangat berbahaya. Bagi Al Khawarij, orang yang dianggap kafir halal darahnya dan boleh dibunuh. Inilah yang menjadiJustifikasi bagi tindakan kekerasan dan teror yang mereka lakukan terhadap kaum Muslimin lainnya. Pandangan ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya persaudaraan dan kasih sayang antar sesama Muslim. Dalam Islam, dosa besar memang merupakan perbuatan yang tercela dan harus dihindari. Namun, seorang Muslim yang melakukan dosa besar tidak serta merta menjadi kafir. Ia tetap dianggap sebagai Muslim yang berdosa dan wajib bertaubat kepada Allah SWT. Hanya Allah SWT yang berhak menghakimi dan memberikan balasan atas dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu, doktrin takfir yang dianut oleh Al Khawarij merupakan penyimpangan dari ajaran Islam yang benar.

  2. Khilafah Harus Dipilih Berdasarkan Ketaqwaan: Al Khawarij meyakini bahwa seorang pemimpin (khalifah) harus dipilih berdasarkan ketaqwaan dan keadilannya, bukan berdasarkan keturunan atau dukungan politik. Mereka menolak sistem kekhalifahan yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang murni. Bagi mereka, seorang pemimpin yang tidak adil dan tidak bertaqwa tidak sah menjadi khalifah dan wajib dilengserkan, bahkan dengan kekerasan sekalipun. Pandangan ini didasarkan pada penafsiran mereka terhadap ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis Nabi yang menekankan pentingnya keadilan dan ketaqwaan dalam kepemimpinan. Mereka berpendapat bahwa seorang pemimpin yang zalim dan korup akan merusak agama dan negara, serta membawa kemudharatan bagi rakyatnya. Oleh karena itu, mereka merasa bertanggung jawab untuk menegakkan keadilan dan mengganti pemimpin yang zalim dengan pemimpin yang lebih baik. Meskipun prinsip keadilan dan ketaqwaan dalam kepemimpinan sangat penting dalam Islam, namun cara yang ditempuh oleh Al Khawarij untuk mencapai tujuan tersebut seringkali tidak dibenarkan. Tindakan kekerasan dan pemberontakan yang mereka lakukan justru menimbulkan kekacauan dan pertumpahan darah yang lebih besar. Dalam Islam, terdapat cara-cara yang lebih baik dan damai untuk melakukan perubahan, seperti melalui dialog, nasihat, dan musyawarah.

  3. Menolak Tahkim (Arbitrase): Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Al Khawarij menolak keputusan Ali bin Abi Thalib untuk menerima arbitrase (tahkim) dalam sengketa politik dengan Muawiyah bin Abu Sufyan setelah Perang Shiffin. Mereka menganggap bahwa menerima arbitrase berarti menyerahkan hukum Allah kepada manusia. Mereka berpendapat bahwa seharusnya Ali terus berjuang sampai menang atau mati syahid, tanpa kompromi dengan pihak Muawiyah. Bagi Al Khawarij, hukum Allah harus ditegakkan secara mutlak dan tidak boleh ada kompromi dengan hukum manusia. Mereka menganggap bahwa orang yang menerima arbitrase berarti telah menyekutukan Allah dan keluar dari Islam. Penolakan terhadap tahkim ini menjadi salah satu ciri khas Al Khawarij dan membedakan mereka dari kelompok Muslim lainnya. Mereka menganggap bahwa Ali telah melakukan kesalahan besar dengan menerima arbitrase dan oleh karena itu mereka memberontak terhadapnya. Meskipun niat Al Khawarij mungkin baik, yaitu untuk menegakkan hukum Allah, namun cara yang mereka tempuh tidak dibenarkan. Dalam Islam, kompromi dan musyawarah merupakan bagian dari ajaran Islam yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Arbitrase adalah salah satu cara yang diperbolehkan dalam Islam untuk menyelesaikan sengketa, asalkan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, penolakan Al Khawarij terhadap tahkim dianggap sebagai sikap yang berlebihan dan tidak sesuai dengan ajaran Islam yang moderat.

Pengaruh Al Khawarij di Masa Kini

Meski Al Khawarij dalam bentuk klasik sudah tidak ada, pengaruh Al Khawarij masih terasa hingga kini. Ideologi dan pemikiran mereka terus hidup dan mempengaruhi berbagai gerakan ekstremis di dunia modern. Kelompok-kelompok teroris seperti ISIS dan Al-Qaeda seringkali menggunakan justifikasi dari ajaran Al Khawarij untuk membenarkan tindakan kekerasan dan pembunuhan terhadap kaum Muslimin lainnya. Mereka mengkafirkan orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka dan menganggapnya sebagai musuh yang harus diperangi. Selain itu, ideologi Al Khawarij juga seringkali digunakan untuk memprovokasi konflik dan perpecahan di antara umat Islam. Mereka menyebarkan fitnah dan kebencian terhadap kelompok-kelompok Muslim lainnya, serta menghasut untuk melakukan tindakan kekerasan dan teror. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami sejarah dan ajaran Al Khawarij agar dapat mencegah penyebaran ideologi radikal dan ekstremis yang dapat memecah belah umat Islam. Kita harus senantiasa berpegang teguh pada ajaran Islam yang moderat dan toleran, serta menjauhi segala bentuk kekerasan dan ekstremisme. Pendidikan agama yang benar dan pemahaman yang mendalam tentang sejarah Islam sangat penting untuk membentengi diri dari pengaruh ideologi Al Khawarij dan gerakan-gerakan ekstremis lainnya. Kita juga harus aktif dalam mempromosikan dialog dan kerjasama antar kelompok Muslim, serta membangun persatuan dan kesatuan umat Islam.

Kesimpulan

So, guys, sekarang kita sudah paham ya Al Khawarij artinya apa. Al Khawarij adalah kelompok yang muncul pada awal sejarah Islam dan dikenal dengan pemikiran dan tindakan mereka yang ekstremis dan radikal. Mereka memiliki doktrin-doktrin yang kontroversial, seperti takfir (pengkafiran), keyakinan bahwa khilafah harus dipilih berdasarkan ketaqwaan, dan penolakan terhadap tahkim (arbitrase). Meskipun Al Khawarij dalam bentuk klasik sudah tidak ada, pengaruh mereka masih terasa hingga kini dan mempengaruhi berbagai gerakan ekstremis di dunia modern. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami sejarah dan ajaran Al Khawarij agar dapat mencegah penyebaran ideologi radikal dan ekstremis yang dapat memecah belah umat Islam. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan kita tentang sejarah Islam. Sampai jumpa di artikel berikutnya!